Kamis, 24 Mei 2012

SEBUAH KONSTITUSI DALAM KELUARGA

“SEBUAH KONSTITUSI DALAM KELUARGA”
YUSRI

Dalam sebuah lembaga ataupun organisasi sering kali kita terikat akan aturan ataupun sebuah norma yang termodifikasi dalam sebuah dokumen tertulis. Dokumen ini seperti benda sakral dalam artian tuhan kedua dalam sebuah organisasi. Setiap keputusan ataupun masalah yang didapatkan dalam berorganisasi pastinya akan dikembalikan ke  dokumen sakral ini. Benda ini merupakan pedoman, landasan, prinsip dan tolak pikir organisasi. Tanpa landasan ataupun pedoman, sebuah organisasi akan mudah terombang-ambing oleh derasnya suatu masalah yang nantinya akan dihadapi.
Konstitusi, inilah nama dari benda sakral tersebut yang bahasa latinnya constitution. Meminjam pengertian konstitusi dari para pakar ilmu hukum yang menerjemahkan bahwa konstitusi merupakan sebuah kesepakatan politik dalam pengambilan keputusan ataupun kebijakan. Selain itu bisa juga dikatakan bahwa konstitusi merupakan keseluruhan sistem kelembagaan (berbicara dalam konteks  sebuah lembaga) kumpulan peraturan- peraturan yang mengatur dan mengendalikan lembaga tersebut, istilah ini dipinjam dari salah satu pakar politik K.Clemb Wheare.
Melihat dari perspektif yang berbeda, konstitusi bukan semata- mata sebagai aturan yang kadang kala disesali keberadaanya. Namun sebaliknya tujuan dari konstitusi itu sendiri adalah untuk membatasi kekuasaan pimpinan agar tidak bertindak sewenang-wenang, melindungi hak pengurus ataupun anggota dalam lembaga tersebut dan selain itu tanpa ada aturan yang jelas dan tegas lembaga tidak akan berdiri dengan kokoh.
Bagi sebagian lembaga, konstitusi bukan hanya apa yang disepakati dan dituangkan dalam bentuk tulisan, namun juga termasuk apa yang menjadi kebiasaan –kebiasaan lembaga tersebut yang sering timbul dan dilakukan secara rutin namun tidak tertuang dalam bentuk tulisan. Mengadopsi tuturan dari Miriam Budiarjo yang dituangkan dalam bukunya “Dasar-Dasar Ilmu Politik” menegaskan bahwa sebuah konstitusi mengandung nilai, yang keberadaannya juga tidak kalah penting untuk menopang tegaknya sebuah konstitusi . Nilai – nilai tersebut diantaranya adalah nilai normatif, nilai nominal dan nilai semantik.
Nilai normatif menjelaskan bahwa suatu konstitusi secara sah diterima oleh suatu lembaga ataupun organisasi dan bagi mereka konstitusi itu bukan hanya berlaku dalam arti hokum, melainkan juga berlaku bagi masyarakat dalam lembaga tersebut yang dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Nilai nominal menjelaskan bahwa suatu konstitusi secara hukum berlaku, tetapi tidak secara sempurna, hal itu disebabkan karena tidak semua aturan-aturan atapun pasal dalam sebuah lembaga berlaku yang sama bagi lembaga lain. Selanjutnya yang terakhir adalah nilai semantik yang membahasakan bahwa suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan penguasa dalam artian pimpinan semata.
Secara faktual tujuan dan maksud sebuah konstitusi sudah tergambarkan secara gamblang dibenak masing- masing masyarakat dalam sebuah lembaga. Namun salah satu permasalahan yang sering menghujani sebuah lembaga adalah adanya interferensi antara sebuah konstitusi dan hubungan keluarga. Hubungan keluarga disini dalam artian hubungan yang sudah terjalin secara diantara masyarakat dalam sebuah lembaga.
Salah satu penyebab terbesar terabaikannya maklumat dalam sebuah konstitusi karena adanya interferensi dari hubungan keluarga tersebut. Jika peristiwa ini terjadi maka konstitusi hanyalah sekedar sebuah dokumen tertulis yang berisi aturan- aturan namun tidak direalisasikan maklumat dari isi konstitusi tersebut.  Konstitusi dibuat hanyalah sekedar formalitas sebagai pelarian agar dikatakan sebagai lembaga yang mempunyai konstitusi.
Kadang kala masyarakat dalam lembaga tersebut harus memilih antara tegas atau tidak rela. Tegas untuk menjalankan maklumat sebuah konstitusi ataupun ketidakrelaan untuk memberikan hukuman bagi masyarakat lembaga yang melanggar konstitusi, hal ini dikarenakan  sudah tertanamnya asas kekeluargaan diantara masyarakat dalam sebuah lembaga tersebut.
Dalam sebuah berlembaga, konstitusi selalu diperioritaskan dibandingkan hal yang lain salah satunya asas kekeluargaan yang telah dipaparkan sebelumnya.  Namun kadang kala asas kekeluargaan pun dapat mengambil alih sebuah konstitusi. Jika disandingkan antara  sebuah konstitusi dan asas kekeluargaan, jelas merupakan pilihan yang begitu kompleks. Namun sebagai masyarakat yang berlembaga, sepatutnya kita harus sadar, kapan asas kekeluargaan bisa ditendensikan dengan dengan konstitusi dan kapan asas kekeluargaan tidak bisa ditendensikan sama sekali dengan sebuah konstitusi.

Sunting Referensi
Budiarjo, Miriam dkk. 2003. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Asshiddique, Jimly. 2004. Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD 1945 serta Mahkamah Konstitusi. Makalah.



0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Herzlich Wilkommen in mein Blog

Herzlich Wilkommen in mein Blog
Yusri

Meine Freunden

Ich bin Schrifteller

Ketika seorang penulis hanya menunggu, maka sebenarnya ia belum menjadi dirinya sendiri”. [Stephen King]

Cari Blog Ini