Jumat, 16 September 2011

SBI BUKAN SOLUSI YANG TEPAT


SBI BUKAN SOLUSI YANG TEPAT
YUSRI
PENELITI MUDA LPM PENALARAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA PRODI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN
Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan - Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas Pendidikan di Indonesia boleh dikatakan memperhatikan .  Pendidikan kita sangat tidak memperhatikan aspek afektif (merasa), sehingga kita hanya tercetak sebagai generasi-generasi yang pintar tapi tidak memiliki karakter-karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini. Sudah 45 tahun Indonesia merdeka, dan setiap tahunnya keluar ribuan hingga jutaan kaum intelektual. Tapi tak kuasa mengubah nasib bangsa ini. Maka pasti ada yang salah dengan sistem pendidikan yang kita kembangkan hingga saat ini.
UU No. 20 Tahun 2003
Persaingan global yang semakin mencuat dekade ini membuat pemerintah sedikit melakukan langkah yang dapat dikatakan tergesa-gesa. Bidang pendidikan kita yang condong pada pembelajaran multikultur membuat beberapa langkah pengupayaan kemajuan pendidikan sedikit kurang mengarah. Ketertinggalan di berbagai bidang di era globalisasi dibandingkan negara-negara tetangga rupanya menyebabkan pemerintah terdorong untuk memacu diri untuk memiliki standar internasional. Sektor pendidikan termasuk yang didorong untuk berstandar internasional. Dorongan itu bahkan dicantumkan di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat (3) yang berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Sekolah Bertaraf Internasional
Munculnya Sekolah Bertaraf International (SBI) di Indonesia dianggap sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan setara luar negeri atau Internasional. Pengembangan SBI sendiri didasarkan pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 3 yang secara garis besar ketentuan ini berisi bahwa pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan bertaraf internasional. Visi SBi sendiri yakni mewujudkan insan Indonesia cerdas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Y.M.E, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan kompetitif secara global. Dengan adanya dasar dan visi pengembangan SBI tersebut pemerintah terus berusaha menyertakan ratusan SMP dan SMA seluruh Kabupaten/Kotamadya di Indonesia dengan memberikan sokongan dana ratusan milyar rupiah.( www.kabarindonesia.com)

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional, adapun landasan hukum dari RSBI ini ialah:
UU No. 20 Tahun 2003 ps 50 UUNo. 32 Tahun 2004 : Pemerintahan Pusat dan Daerah, UU No 33 Tahun 2004 : Kewenangan Pemerintah (Pusat) dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom dan UU No. 25 Tahun 2000 : Program Pembangunan Nasional PP NoTahun 2005 : Standar Nasional Pendidikan (SNP) ps 61 Permendiknas No. 22,23,24 Tahun 2006 : Standar Isi, SKL dan Implementasinya. (Sumber :
Indonesia International Standard School, 2010 )
Tujuan SBI
Dalam rangka persaingan kualitas dan pengembangan SDM di dunia internasional yang tidak bisa kita elakkan maka saat yang tepat untuk mendorong sekolah-sekolah yang mutunya bagus dengan memberikan fasilitas atau menjadikan sekolah tersebut bertaraf internasional. Dengan selalu memacu mutu sekolah yang sudah berstandar internasional, kita akan selalu punya stok SDM berkualitas dalam jumlah yang memadai yang diharapkan berada di barisan terdepan dalam membawa kemajuan bangsa Indonesia (Anam, 2005).
  1. Tujuan Program Rintisan Sekolah Berstandar Internasional ( RSBI )
Tujan dari Program Rintisan Sekolah Berstandar Internasional ( RSBI ), terbagi menjadi dua yakni, tujuan umum dan tujuan khusus :
1). Tujuan Umum .
a) Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan Nasional dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP( Standar Nasional Pendidikan), dan UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang menetapkan Tahapan Skala Prioritas Utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
b) Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internasional .
c) Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
2). Tujuan Khusus .
Menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi lulusan berciri internasional.(
Indonesia International Standard School, 2010 )
Kekurangan SBI
Bagi sebagian masyarakat,adanya Sekolah Bertaraf International (SBI) di Indonesia bukanlah dianggap sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan, namun sebaliknya, sebab boleh dikatakan SBI yang diterapkan di Indonesia itu salah konsep hingga merusak bahasa dan mutu pendidikan di Negara kita. Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma mendesak Komisi X agar segera menghentikan sementara seluruh program SBI, hingga konsep yang digunakan itu benar- benar baik dan siap untuk diterapkan di Indonesia .Satria Dharma menilai bahwa Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan program gagal. Petisi itu dipaparkan Ketua Umum IGI Satria Dharma di depan Komisi X DPR RI, Selasa (8/3/2011),
Ada beberapa kelemahan- kelemahan SBI yang disampaikan oleh Satria Dharma sebagai Ketua umum Ikatan Guru Indonesia ( IGI ) diantaranya ialah :
  1. Program SBI itu salah konsep, buruk dalam pelaksanaannya dan 90 persen pasti gagal. Di luar negeri konsep ini gagal dan ditinggalkan.
  2. Program SBI ini jelas tidak didahului riset yang lengkap sehingga konsepnya sangat buruk.
  3. SBI boleh dikatakan sebagai program yang salah konsep Kemdiknas membuat panduan model pelaksanaan untuk SBI baru (news developed), tetapi yang terjadi justru pengembangan pada sekolah-sekolah yang telah ada (existing school).
  4. Program SBI ini telah disalah asumsikan oleh masyarakat. Kemdiknas mengasumsikan, bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam pengantar bahasa Inggris, seorang guru harus memiliki TOEFL> 500.Padahal menurut Ketua Umum IGI ini tidak ada hubungannya antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa Inggris. TOEFL bukanlah ukuran kompetensi pedagogis.
  5. SBI adalah telah terjadi kekacauan dalam proses belajar-mengajar dan kegagalan didaktik. Akibatnya, banyak siswa SBI justru gagal dalam ujian nasional (UN) karena mereka tidak memahami materi bidang studinya.
Itulah beberapa kelemahan- kelemahan SBI yang mendasari sehingga program ini harus ditinggalkan,sebab dapat berdampak negative terhadap mutu pendidikan di Negara kita. Di sisi lain, hasil riset Hywel Coleman dari University of Leeds UK menunjukkan, bahwa penggunaana bahasa Inggris dalam proses belajar-mengajar telah merusak kompetensi berbahasa Indonesia siswa.
Seperti yang kita ketahui dalam SBI materi pelajaran harus diajarkan dalam bahasa Inggris, hal tersebut sangat memberatkan siswa, bagaimana tidak selain ia harus focus pada mata pelajaran yang ia pelajari, ia harus juga focus terhadap penggunaan bahasa inggris yang ia gunakan pada mata tersebut.Sementara di seluruh dunia seperti Jepang, China, Korea justru menggunakan bahasa nasionalnya, tetapi siswanya tetap berkualitas dunia. Melihat beberapa permasalahan di atas mengenai SBI, sudah sepantasnya kita meninggalkan sementara program SBI ini, sebelum kita menemukan konsep yang benar mengenai SBI , sebab konsep yang diterapkan sekarang itu menimbulkan beberapa permasalahan, baik itu dari pihak sekolah, tenaga pengajar dan peserta didik.










0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Herzlich Wilkommen in mein Blog

Herzlich Wilkommen in mein Blog
Yusri

Meine Freunden

Ich bin Schrifteller

Ketika seorang penulis hanya menunggu, maka sebenarnya ia belum menjadi dirinya sendiri”. [Stephen King]

Cari Blog Ini