Selasa, 26 Juni 2012

KESOPANAN BERBAHASA CALON PEMIMPIN SULSEL


Salah satu hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu kemampuan akan mengkomunikasikan gagasan ataupun pemikirinnya secara jelas dan sopan kepada masyarakat ataupun kepada lawan politiknya dan mempunyai  kompetensi yang cukup untuk menampung aspirasi masyarakat. Tokoh Politik di Indonesia dipilih oleh rakyat karena kelebihan yang mereka miliki. Mereka dipilih karena dianggap bijaksana, pandai, cerdas, berpengalaman dalam bidang politik dan tanggap terhadap keinginan rakyat yang memilih mereka. Selain itu para politisi diharapkan  juga mampu berkomunikasi dengan baik kepada berbagai pihak di luar dirinya.
Pemilihan Gubernur 2013
Pemilihan gubernur Sulawesi Selatan yang akan diselenggarakan  pada tahun 2013  tentunya akan menimbulkan ketegangan tersendiri kepada para calon gubernur ,calon wakil gubernur ataupun kepada para tim sukses setiap pasangan yang nantinya akan mengajukan diri pada pemilihan gubernur Sulawesi Selatan 2013. Setiap calon gubernur dan calon wakil gubernur tentunya berusaha untuk mengkampanyekan dirinya di mata rakyat pendukungnya dengan segala usaha yang dilakukan. Salah satu hal yang semestinya diperhatikan oleh para calon gubernur dan calon wakil gubernur Sulawesi Selatan dalam melakukan proses kampanye yaitu mereka harus memperhatikan kesopanan berbahasa yang digunakan pada saat kampanye ataupun pada saat studi komunikasi politik lainnya. Sebab kesopanan berbahasa yang dimiliki oleh cagub dan cawagub ini nantinya akan mengangkat kepopuleran mereka dan meningkatkan citra mereka di mata rakyat pendukungnya, sahabat- sahabatnya dan bahkan juga di mata lawan politik mereka.
Namun melihat realita sekarang, sebagian besar tindak tutur kesopanan berbahasa yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin ataupun calon pemimpin sudah terabaikan termasuk para calon pemimpin yang mengajukan diri untuk mempimpin Sulawesi Selatan di periode selanjutnya. Meraka tidak lagi memperhatikan apakah tuturanya sesuai dengan maksim kesopanan berbahasa ataupun melanggar maksim kesopanan berbahasa. Maksim boleh dikatakan sebagai alat ukur yang digunakan untuk mengetahui apakah sebuah tuturan termasuk sopan ataupun sebaliknya. Maksim terdapat beberapa macam diantaranya maksim kesederhanaan, maksim penghargaan, maksim simpati, maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan dan maksim permufakatan.
Kesopanan Berbahasa Calon Pemimpin Sul-Sel
Terabaikannya unsur kesopanan  berbahasa dalam komunikasi politik dapat berakibat memanasnya hubungan antar komunikator yang terlibat. Karena itulah, aspek kesantunan berbahasa layak dibahas dalam kajian komunikasi politik. Sebagian besar tuturan para calon gubernur dan calon wakil gubenur Sulawesi Selatan sekarang boleh dikatakan sudah berada pada tahap memanas, mereka sudah saling menyindir dengan menggunakan tuturan yang seharusnya tidak pantas dituturkan oleh seorang calon pemimpin.
“Makanya, waktu itu, ketika (salah seorang calon gubernur) melakukan pidato kemenangan, kami pun menggelar pidato kemenangan bersama. Kamilah pemenang sejati itu, karena cuma kami yang tidak curang” ujar salah seorang calon gubernur Sulawesi Selatan di salah satu media cetak di Sulawesi Selatan. Dari tuturan diatas dapat kita amati bahwa tuturan tersebut melanggaar maksim kesopanan berbahasa khususnya maksim kesederhanaan. Penutur berusaha menjelaskan dimata rakyat pendukungnya bahwa hanya ia yang tidak melakukan kecurangan dan menuduh calon lainnya melakukan kecurangan dalam proses pemilihan gubernur periode yang lalu.  Tuturan tersebut bersifat memuji diri sendiri dan menambah kritik pada orang lain. Maka dari itu, tuturan tersebut digolongkan dalam tuturan yang melanggar maksim kesederhaan dalam kesopanan berbahasa. Sikap tersebut merupakan salah satu sikap yang harus dihindari jika ingin menjadi seorang pemimpin.
“Hanya keledai yang mau jatuh dua kali di lubang yang sama. Katanya mau direalisasikan dalam dua bulan, bagaimana caranya sedangkan waktu empat tahun saja tidak mampu ditepati” Ujar salah seorang calon gubernur Sulawesi Selatan kepada calon gubernur lainnya. Dari tuturan diatas dapat kita amati bahwa salah seorang calon gubernur mengkritik calon gubernur lainnya dengan menuduh bahwa ucapannya hanyalah sebuah janji belaka tanpa realisasi yang pasti. Tuturan diatas melanggar maksim kesederhanaan dalam kesopanan berbahasa . Penutur berusaha mengkritik orang lain dalam artian calon gubernur yang lain.
Jika kita kembali ke pernyataan pertama yang mengatakan bahwa seorang pemimpin merupakan seseorang yang harus mempunyai kemampuan dalam mengkomunikasikan gagasan ataupun pemikirinnya secara jelas dan sopan kepada masyarakat ataupun kepada lawan politiknya sekalipun, maka apakah para calon gubernur ataupun calon wakil gubernur tersebut masih pantas dikatakan sebagai seorang pemimpin melihat tuturan- tuturan mereka yang sebagian melanggar maksim kesopanan berbahasa.
Harapannya semoga para calon gubernur dan calon wakil gubernur Sulawesi Selatan kedepannya dapat memperhatikan penggunaan bahasa yang baik yang sesuai dengan maksim kesopanan berbahasa misalkan dalam studi komunikasi politik antara lain yang berkaitan dengan persoalan mengkaji propaganda, kampanye politik, dan sosialisasi politik. Sehingga kedepannya tercipta calon pemimpin yang mempunyai citra yang baik di mata rakyat pendukungnya dikarenakan kesopanan berbahasa yang ia miliki bukan karena harta ataupun janji yang diberikan.

1 komentar:

AZALEA mengatakan...

hasil penelitianmu ni kawan????

Posting Komentar

Pages

Herzlich Wilkommen in mein Blog

Herzlich Wilkommen in mein Blog
Yusri

Meine Freunden

Ich bin Schrifteller

Ketika seorang penulis hanya menunggu, maka sebenarnya ia belum menjadi dirinya sendiri”. [Stephen King]

Cari Blog Ini