Hari
pertama Makassar International Writers Festival (MIWF) 2012 diadakan di Benteng
Roterdam. Di hari pertama ini terdapat beberapa item acara yang diselenggarakan
mulai pukul 10:00 am sampai pukul 22:00 pm. Salah satu agenda menarik hari ini
ialah “ Disscusion : Today’s Bugis
Makassar and Mattulada’s Intellectual Legacy”. Diskusi ini akan dibawakan
oleh Mochtar Pabbotingi dan Anwar Jimpe Rachman, selain itu moderator dari
diskusinya sendiri adalah Moch Hasymi Ibrahim. Mochtar Pabbotingi adalah
seorang peneliti, pengamat politik dan seorang penulis yang produktif dengan
puluhan essai, puisi, cerita pendek sejak ia belajar di Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta selain itu beliau juga pernah menjadi mahasiswa dari Professor
Mattulada sendiri. Selain Mochtar Pabbotingi diskusi tersebut juga diisi salah
seorang penulis puisi, editor dan pustakawan, beliau merupakan Anwar Jimpe
Rachman.
Diskusi
kali ini akan membahas mengenai representasi warisan kultur bugis Makassar yang
tertuang dalam coretan buku “LATOA” karya Professor Mattulada’s. Esensi dari
buku ini ialah segala budaya dari berbagai lapisan masyarakat khususnya
masyarakat bugis Makassar. Salah satu hal
menarik yang dituangkan oleh Professor Mattulada dalam bukunya ialah
mengenai konsep politik dalam menyongsong kehidupan. Konsep politik ini
memaparkan bahwa seluruh masyarakat mempunyai hak yang sama tanpa pembeda sama
sekali. Seorang raja yang mempunyai kerajaan dan harta yang berlimpah mempunyai
posisi yang sama dengan manusia biasa lainnya, raja tersebut berhak diadili
jika melakukan kesalahan , seperti halnya dengan manusia biasa. Selain itu
konsep politik ini juga memaparkan bahwa segala sesuatu yang harus dilakukan harus
melewati proses musyawarah.
Mochtar Pabbotingi selaku pemateri
memperjelas bahwa ada empat hal yang bisa ditafsirkan dari buku “LATOA” karya
Professor Mattulada. Pertama bahwa manusia itu sederajat dengan manusia
lainnya. Kedua adalah kerelevanan konsep atapun prinsip yang pertama dengan
konsep demokrasi modern. Ketiga mengenai
pergeseran nilai- nilai yang
tercerminkan pada perilaku masyarakat bugis Makassar dan yang terakhir adalah
mengenai konsep politik Aristoteles yang menjelaskan bahwa setiap manusia
mempunyai tingkatan yang sama tanpa pembeda sama sekali.
Masyarakat
bugis Makasar sebagai objek tulisan dalam buku karya Professor Mattulada
terkenal akan penghormatan pada kata. Mereka menempatkan makna kata di tempat
yang istimewa. Tidak ada suku yang bisa menandingi masyarakat bugis Makassar
dalam penghormatan terhadap kata “tegas Pak Mochtar Pabbotingi”. Masyarakat bugis Makassar juga
terkenal akan keterandalan, keterpercayaan terhadap penulisan histori setiap
fakta ataupun filsafat penulisan sejarah Makassar tanpa melebih-lebihkan.
Selain itu leluhur masyarakat bugis Makassar juga terkenal akan konsep politik
dalam menyongsong kehidupan modern yang telah dipaparkan pada bagian awal.
Narasumber
juga memaparkan bahwa kemajuan ilmu teknologi memberikan pengaruh besar terhadap
masyarakat bugis Makassar. Masyarakat bugis Makassar mulai kehilangan inisiatif
sebagai subjek. Mereka mulai kehilangan orientasi atau rasionalitas dan mereka
juga mulai merasakan ketidakmampuan masyarakat bugis Makassar dalam menentukan
nasib sendiri secara rasional. Selain terhadap masyarakat bugis Makassar,
kemajuan ilmu teknologi juga mempengaruhi konsep politik bugis Makassar yang
menyebabkan terjadinya politik pecah bela dan distorsi politik atau penjinakan
konsep politik bugis Makassar.
Terdapat
beberapa alternatif solusi yang bisa dilakukan dalam mengatasi permasalahan di
atas diantaranya adalah kebijakan politik dan kebijakan ekonomi harus diarahkan
untuk mencerdaskan rakyat bukan semata-mata untuk memenuhi kepuasan pribadi.
Ruang publik sebagai ruang peradaban juga harus dibiasakan pada masyarakat dan
yang terakhir adalah kegiatan- kegiatan yang dapat mencerdaskan rakyat harus
sering diberikan kepada masyarakat bukan kegiatan- kegiatan yang tidak
mempunyai manfaat sama sekali yang hanya sekedar untuk memenuhi kepuasan
sementara.
0 komentar:
Posting Komentar