Jumat, 15 Juni 2012

CATATAN SEJARAH MASYARAKAT BUGIS MAKASSAR DALAM GORESAN PENA PROFESSOR MATTULADA


 
Hari pertama Makassar International Writers Festival (MIWF) 2012 diadakan di Benteng Roterdam. Di hari pertama ini terdapat beberapa item acara yang diselenggarakan mulai pukul 10:00 am sampai pukul 22:00 pm. Salah satu agenda menarik hari ini ialah “ Disscusion : Today’s Bugis Makassar and Mattulada’s Intellectual Legacy”. Diskusi ini akan dibawakan oleh Mochtar Pabbotingi dan Anwar Jimpe Rachman, selain itu moderator dari diskusinya sendiri adalah Moch Hasymi Ibrahim. Mochtar Pabbotingi adalah seorang peneliti, pengamat politik dan seorang penulis yang produktif dengan puluhan essai, puisi, cerita pendek sejak ia belajar di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta selain itu beliau juga pernah menjadi mahasiswa dari Professor Mattulada sendiri. Selain Mochtar Pabbotingi diskusi tersebut juga diisi salah seorang penulis puisi, editor dan pustakawan, beliau merupakan Anwar Jimpe Rachman.

Diskusi kali ini akan membahas mengenai representasi warisan kultur bugis Makassar yang tertuang dalam coretan buku “LATOA” karya Professor Mattulada’s. Esensi dari buku ini ialah segala budaya dari berbagai lapisan masyarakat khususnya masyarakat bugis Makassar. Salah satu hal  menarik yang dituangkan oleh Professor Mattulada dalam bukunya ialah mengenai konsep politik dalam menyongsong kehidupan. Konsep politik ini memaparkan bahwa seluruh masyarakat mempunyai hak yang sama tanpa pembeda sama sekali. Seorang raja yang mempunyai kerajaan dan harta yang berlimpah mempunyai posisi yang sama dengan manusia biasa lainnya, raja tersebut berhak diadili jika melakukan kesalahan , seperti halnya dengan manusia biasa. Selain itu konsep politik ini juga memaparkan bahwa segala sesuatu yang harus dilakukan harus melewati proses musyawarah.

Mochtar Pabbotingi selaku pemateri memperjelas bahwa ada empat hal yang bisa ditafsirkan dari buku “LATOA” karya Professor Mattulada. Pertama bahwa manusia itu sederajat dengan manusia lainnya. Kedua adalah kerelevanan konsep atapun prinsip yang pertama dengan konsep demokrasi modern. Ketiga  mengenai pergeseran nilai- nilai  yang tercerminkan pada perilaku masyarakat bugis Makassar dan yang terakhir adalah mengenai konsep politik Aristoteles yang menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai tingkatan yang sama tanpa pembeda sama sekali.

Masyarakat bugis Makasar sebagai objek tulisan dalam buku karya Professor Mattulada terkenal akan penghormatan pada kata. Mereka menempatkan makna kata di tempat yang istimewa. Tidak ada suku yang bisa menandingi masyarakat bugis Makassar dalam penghormatan terhadap kata “tegas Pak Mochtar Pabbotingi”. Masyarakat bugis Makassar juga terkenal akan keterandalan, keterpercayaan terhadap penulisan histori setiap fakta ataupun filsafat penulisan sejarah Makassar tanpa melebih-lebihkan. Selain itu leluhur masyarakat bugis Makassar juga terkenal akan konsep politik dalam menyongsong kehidupan modern yang telah dipaparkan pada bagian awal.

Narasumber juga memaparkan bahwa kemajuan ilmu teknologi memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat bugis Makassar. Masyarakat bugis Makassar mulai kehilangan inisiatif sebagai subjek. Mereka mulai kehilangan orientasi atau rasionalitas dan mereka juga mulai merasakan ketidakmampuan masyarakat bugis Makassar dalam menentukan nasib sendiri secara rasional. Selain terhadap masyarakat bugis Makassar, kemajuan ilmu teknologi juga mempengaruhi konsep politik bugis Makassar yang menyebabkan terjadinya politik pecah bela dan distorsi politik atau penjinakan konsep politik bugis Makassar.
Terdapat beberapa alternatif solusi yang bisa dilakukan dalam mengatasi permasalahan di atas diantaranya adalah kebijakan politik dan kebijakan ekonomi harus diarahkan untuk mencerdaskan rakyat bukan semata-mata untuk memenuhi kepuasan pribadi. Ruang publik sebagai ruang peradaban juga harus dibiasakan pada masyarakat dan yang terakhir adalah kegiatan- kegiatan yang dapat mencerdaskan rakyat harus sering diberikan kepada masyarakat bukan kegiatan- kegiatan yang tidak mempunyai manfaat sama sekali yang hanya sekedar untuk memenuhi kepuasan sementara.

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Herzlich Wilkommen in mein Blog

Herzlich Wilkommen in mein Blog
Yusri

Meine Freunden

Ich bin Schrifteller

Ketika seorang penulis hanya menunggu, maka sebenarnya ia belum menjadi dirinya sendiri”. [Stephen King]

Cari Blog Ini