Kondisi Anak Indonesia
“Minta uangnya Pak! Kasihanilah kami Pak ! Berikanlah uang untuk kami belikan
makanan Pak !”. Begitulah kata yang keluar dari mulut anak kecil, anak cucu Indonesia, anak yang nantinya menjadi generasi
penerus bangsa yang berpakaian kumal tak terawat yang tak seharusnya berada di
jalanan. Di lain sisi ada juga anak dibawah umur dengan menggendong adiknya
dibawah sengatan terik matahari siang menyayikan beberapa lagu dari band
andalannya di perempatan jalan sambil menyodorkan gelas plastik bekas botol
minuman kepada para penumpang untuk
meminta uang receh dari kantong mereka demi sesuap nasi. Inilah segelintir
tentang nasib anak Indonesia sekarang. Tragis , memprihatinkan dan memilukan
melihat banyak anak harapan bangsa yang menghabiskan waktunya di jalanan untuk
mengamen, memulung dan yang paling memperihatinkannya lagi ada juga yang
mencopet bukan bersekolah ataupun belajar bersama teman- teman. Sebuah
tragedi zaman ini! Entah siapa yang patut untuk disalahkan melihat kondisi
tersebut , yang jelas anak-anak tersebut tidak meminta dilahirkan untuk menjadi
seperi sekarang ini,mereka juga ingin bersekolah, mereka juga ingin belajar
bersama dengan anak- anak Indonesia lainnya.
Pendidikan merupakan hal yang penting
dalam pembangunan karena tanpa pengetahuan sebuah negara tak akan maju,
generasi penerus bangsa sudah semestinya dibekali pendidikan sejak usia dini
sebab merekalah yang nantinya akan memimpin negara ini. Namun kenyataanya tidak
semua rakyat Indonesia dapat menikmati pendidikan sebagaimana mestinya. Jutaan
anak putus sekolah bahkan sampai tahun 2000, lebih dari enam juta jiwa anak
usia sekolah tidak mampu menyelesaikan pendidikan tingkat dasar ( Kompas 18 November
2000 ). Ribuan gedung sekolah ambruk bahkan digusur, mafia pendidikan
merajalela, serta jutaan anak yang bahkan tidak bersekolah lantaran orang tua
mereka tidak mampu sehingga takut menyekolahkan anak-anak mereka ( Kompas 17
Agustus 2003) . Ada apa gerangan dengan pendidikan di negri ini? Apakah negara
belum mengatur masalah ini? Siapakah yang patut disalahkan atas semua
permasalahan ini ?
Alangkah Lucunya Negeri Ini
“Alngkah lucunya
negeri ini” , itulah salah satu judul film yang tepat untuk menggambarkan bagaimana kondisi negara kita
sekarang, khusunya di bidang pendidikan,
itulah Indonesia.Negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, Negeri yang telah memproklamasikan kemerdekaannya puluhan
tahun lalu.Namun melihat realitanya sekarang banyak anak-anak bangsa yang
merupakan generasi penerus dan seharusnya menuntut ilmu dengan cara bersekolah
namun kenyataanya karena faktor ekonomi jadi partisipasi mereka hanyalah sekedar mengamen, memulung dan mencopet. Apakah ini yang namanya merdeka? Apakah anak-
anak di jalanan tersebut sudah menikmati yang namanya kemerdekaan? Masih
pantaskah negara ini memproklamasikan kemerdekaannya dibalik realita yang ada? bagaimana mungkin di saat anggota Dewan Perwakilan Rakyat
rajin mempropagandakan untuk membangun
gedung DPR senilai 1,2 Triliun, banyak anak tidak sekolah dan menjadi pengamen
, pemulung dan yang paling memilukan banyak anak yang menjadi pencopet! Masih
pantaskah mereka disebut sebagai Dewan Perwakilan Rakyat! yang lebih
mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan rakyatnya sendiri !
Meningkatnya Jumlah Anak Jalanan
Data BPS menunjukkan, 1,7 juta anak usia 5-17 tahun adalah
pekerja anak, banyak di antaranya yang terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya.
Pekerja anak dapat ditemukan di hampir semua kabupaten di Indonesia, baik di di
sektor pertanian, perkebunan, pekerjaan domestik dan sebagian besar bekerja di jalan sebagai anak jalanan. Bagaimana
kondisi negara kita kedepannya jika anak- anak bangsa sendiri hanyalah seorang
pengamen, pemulung dan pencopet ? Ketika mereka dewasa, besar kemungkinan
mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun,
maka kita telah berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak
berkesudahan. Menghapus stigmatisasi di atas menjadi sangat penting.
Sebenarnya anak-anak jalanan hanyalah korban dari konflik keluarga,
komunitas jalanan, dan korban kebijakan ekonomi permerintah yang tidak becus
mengurus rakyat. Beginikah
kondisi Indonesia saat ini !
Sejak krisis
tahun 1998, kegiatan anak jalanan di indonesia semakin meningkat, mulai di
alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal,
pasar, pertokoan, dan mall. Kini, sosok anak-anak di indonesia tampil dalam
kehidupan yang kian tak menggembirakan. Kondisi anak-anak yang kian terpuruk
sudah bisa diliihat dari tampilan fisiknya saja. Apakah mereka nyaman dengan profesi yang
sekarang mereka geluti sebagai pengamen, pemulung ataupun pencopet , Apakah
mereka mempunyai yang namanya cita- cita ? itulah pertanyaan yang terlintas
dipikiran penulis melihat anak- anak jalanan tersebut. Salah satu anak jalanan
yang berprofesi sebagai pemulung sempat
ditanya oleh penulis ketika anak tersebut sedang memulung , ia menjawab
bahwa Sebetulnya ia juga
sangat merindukan hal-hal yang
dilakukan oleh anak-anak yang berkecukupan, bisa bermain, bersekolah, belajar
bersama bahkan
ia juga mempunyai cita-cita. Namun apalah daya di balik semua itu ia harus mengubur
cita-citanya itu dalam-dalam karena kondisi perekonomian keluarganya
yang tidak memungkinkan bagi ia untuk belajar di sekolah demi meraih cita-citanya.
Cita- citanya hanyalah sebuah angan yang tinggi yang tak mungkin untuk diraih
,harapan tinggallah harapan, tanpa ada
jalan ke luar untuk bisa meraihnya.
Beban hidup keluarga seakan-akan telah merampas hak anak ini
untuk berusaha mengembangkan potensinya atau setidaknya bisa mempersiapkan
hari depan mereka dengan lebih baik.
Kebijakan Pemerintah
Pemandangan
tentang kondisi anak jalanan yang sangat menyedihkan ini sudah tidak asing lagi
bagi kita. Bahkan dari hari ke hari jumlah mereka bukannya berkurang tetapi
sebaliknya terus bertambah. Mereka berdatangan dari daerah-daerah kantong
kemiskinan yang ada di pinggiran kota bahkan ada yang datang dari daerah lain.
Sebetulnya pemerintah sudah melakukan tindakan dengan cara menertibkan
anak-anak jalanan untuk dibina oleh departemen sosial. Namun karena begitu
banyaknya jumlah anak-anak jalanan yang berdatangan secara silih berganti, maka
pemerintah tidak mampu lagi untuk memecahkan persoalan ini secara tuntas. Pemerintah telah melakukan berbagai tindakan untuk
melindungi dan mengatasi jumlah anak jalanan tersebut. Misalnya, dengan
mengeluarkan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. UU Perlindungan Anak
Pasal 77 misalnya menegaskan, orang tua yang menelantarkan anaknya dapat
dijatuhi hukuman minimal lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp.100
juta. Demikian juga, para pelaku penculikan anak dapat dikenai sanksi pidana
minimal tiga tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara dengan denda minimal
Rp.60 juta dan maksimal Rp.300 juta. Untuk menampung dan membina para anak
jalanan, Depsos telah menggulirkan ide mendirikan rumah singgah. Pada tahun
2002-2003 misalnya, Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
(Yanrehsos) Departemen Sosial telah memberikan bantuan bagi 3.560 rumah singgah
(dalam Detik.com, diakses tanggal 20-3-2008).
Sementara itu Dinas Sosial Propinsi Sumatera Barat mensosialisasikan program penanganan anak
jalanan (anjal) baru yang diadopsi dari
program Dinsos sebelumnya dengan mengucurkan dana sebesar Rp. 2 milyar melalui
13 rumah singgah yang ada . Menurut
Wakil Kepala Dinas Sosial Sumbar, Achmad Charisma, pada detikcom, Senin (20/2/2006) program kali ini lebih
memfokuskan perhatian pada anjal perempuan. Untuk menjalankan program tersebut
pihaknya akan bekerjasama dengan
sejumlah pihak, seperti LSM dan rumah singgah.
Sedangkan Dinas Sosial Kota Padang, menawarkan pengemis anak yang
beroperasi di perempatan lampu merah (anjal), segera direlokasi ke Panti
Sosial, yang menurut Kasi Peningkatan Kesejahteraan Keluarga, LATBA, Dinas
Sosial Kota Padang, Dra. Bodiarnis, satu solusi efektif guna mencegah generasi
penerus itu untuk drop out (DO) sekolah (dalam http://www.hupelita.com). Untuk mencegah anak turun ke jalan Polisi Pamong Praja
Kota Padang bekerjasama dengan Dalmas Poltabes Padang, menggaruk 80 gelandangan
dan pengamen (gepeng), serta anak jalanan, dalam operasi gabungan di sejumlah
perempatan lampu merah di kota Padang. Dinas Sosial menawarkan pelatihan bagi 10 remaja (usia
16-21 tahun) kepada mereka yang terjaring dalam operasi tersebut, dalam bidang
keterampilan sopir dan perbengkelan.
Pada bulan Mei dan Juni 2007 direalisasikan program bea siswa pembinaan
anak penyandang masalah sosial dan ekonomi itu melalui Rumah Singgah (RS)
(Sumber : Dwiyanti )
Maka
dari itu, penulis sangat
menegaskan kiranya kita
dapat menghargai kehidupan para seniman -
seniman jalanan ini , janganlah menganggap
mereka kecil, kumal, tak terawat dan
memandang mereka dengan sebelah mata karena
kita semua dihadapan Tuhan sama. Seharusnya pemerintah Indonesia harus cepat tanggap akan permasalahan mengenai anak jalanan tersebut.
Khususnya bagi mereka - mereka yang masih
dalam batas usia sekolah. Seharusnya pemerintah
turun tangan untuk memberikan bantuannya berupa
sumbangan dana agar mereka dapat bersekolah
setidaknya agar mereka dapat membaca, menulis
dan berhitung, karena merekalah penerus Bangsa
Indonesia nantinya.Pemerintah bisa saja mendirikan
tempat tinggal serta pandidikan untuk para
pengamen jalanan agar
mereka tidak berkeliaran dijalanan.
Melalui beberapa alternatif di atas
diharapkan nantinya dapat meringankan bebab anak jalanan tersebut, selain itu
agar anak jalanan tersebut dapat berpartisipasi selayaknya sebagai anak
Indonesia lainnya dengan cara bersekolah dan belajar bersama teman- teman,
bukan sebagai pengamen, pemulung lebih- lebih sebagai pencopet. Buat mereka
bangga sebagai anak Indonesia, Buat mereka bangga sebagai generasi penerus
bangsa Indonesia dan buat mereka sebagai
agen perubahan ke arah yang lebih baik.
“
Terimah Kasih ”
“Tulisan
Ini sengaja dibuat oleh penulis untuk didedikasikan kepada anak-anak jalanan,
juga untuk mengkampanyekan tumbuhnya empati masyarakat terhadap anak jalanan.
Bagi masyarakat, pemerintah dan LSM segerahlah bergegas turun ke jalan dan bertemu anak-anak jalanan untuk melakukan
perubahan!!! Anak-anak jalanan harus hidup layak dengan pendidikan yang
memadai. Anak jalanan masih berpeluang untuk mengubah nasibnya melalui
belajar; Partisipasi mereka bukan dengan
cara mengamen, memulung ataupun mencopet melainkan bersekolah dan belajar, karena
itu mereka membutuhkan bantuan kita”
0 komentar:
Posting Komentar