Minggu, 24 Juni 2012

PARTISIPASI ANAK INDONESIA : BERSEKOLAH ATAU M2M ( MENGAMEN , MEMULUNG , MENCOPET ) ?


 

Kondisi Anak Indonesia
            “Minta uangnya Pak! Kasihanilah kami Pak ! Berikanlah uang untuk kami belikan makanan Pak !”. Begitulah kata yang keluar dari mulut anak kecil, anak  cucu Indonesia, anak yang nantinya menjadi generasi penerus bangsa yang berpakaian kumal tak terawat yang tak seharusnya berada di jalanan. Di lain sisi ada juga anak dibawah umur dengan menggendong adiknya dibawah sengatan terik matahari siang menyayikan beberapa lagu dari band andalannya di perempatan jalan sambil menyodorkan gelas plastik bekas botol minuman kepada para penumpang  untuk meminta uang receh dari kantong mereka demi sesuap nasi. Inilah segelintir tentang nasib anak Indonesia sekarang. Tragis , memprihatinkan dan memilukan melihat banyak anak harapan bangsa yang menghabiskan waktunya di jalanan untuk mengamen, memulung dan yang paling memperihatinkannya lagi ada juga yang mencopet  bukan bersekolah ataupun belajar bersama teman- teman. Sebuah tragedi zaman ini! Entah siapa yang patut untuk disalahkan melihat kondisi tersebut , yang jelas anak-anak tersebut tidak meminta dilahirkan untuk menjadi seperi sekarang ini,mereka juga ingin bersekolah, mereka juga ingin belajar bersama dengan anak- anak Indonesia lainnya.
Pendidikan merupakan hal yang penting dalam pembangunan karena tanpa pengetahuan sebuah negara tak akan maju, generasi penerus bangsa sudah semestinya dibekali pendidikan sejak usia dini sebab merekalah yang nantinya akan memimpin negara ini. Namun kenyataanya tidak semua rakyat Indonesia dapat menikmati pendidikan sebagaimana mestinya. Jutaan anak putus sekolah bahkan sampai tahun 2000, lebih dari enam juta jiwa anak usia sekolah tidak mampu menyelesaikan pendidikan tingkat dasar ( Kompas 18 November 2000 ). Ribuan gedung sekolah ambruk bahkan digusur, mafia pendidikan merajalela, serta jutaan anak yang bahkan tidak bersekolah lantaran orang tua mereka tidak mampu sehingga takut menyekolahkan anak-anak mereka ( Kompas 17 Agustus 2003) . Ada apa gerangan dengan pendidikan di negri ini? Apakah negara belum mengatur masalah ini? Siapakah yang patut disalahkan atas semua permasalahan ini ?
Alangkah Lucunya Negeri Ini
“Alngkah lucunya negeri ini” , itulah salah satu judul film yang tepat untuk  menggambarkan bagaimana kondisi negara kita sekarang, khusunya di bidang  pendidikan, itulah Indonesia.Negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, Negeri yang  telah memproklamasikan kemerdekaannya puluhan tahun lalu.Namun melihat realitanya sekarang banyak anak-anak bangsa yang merupakan generasi penerus dan seharusnya menuntut ilmu dengan cara bersekolah namun kenyataanya karena faktor ekonomi jadi partisipasi mereka hanyalah  sekedar mengamen, memulung dan  mencopet.  Apakah ini yang namanya merdeka? Apakah anak- anak di jalanan tersebut sudah menikmati yang namanya kemerdekaan? Masih pantaskah negara ini memproklamasikan kemerdekaannya dibalik realita yang ada? bagaimana mungkin di saat anggota Dewan Perwakilan Rakyat rajin mempropagandakan  untuk membangun gedung DPR senilai 1,2 Triliun, banyak anak tidak sekolah dan menjadi pengamen , pemulung dan yang paling memilukan banyak anak yang menjadi pencopet! Masih pantaskah mereka disebut sebagai Dewan Perwakilan Rakyat! yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan rakyatnya sendiri !

Meningkatnya Jumlah Anak Jalanan
Data BPS menunjukkan,  1,7 juta anak usia 5-17 tahun adalah pekerja anak, banyak di antaranya yang terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya. Pekerja anak dapat ditemukan di hampir semua kabupaten di Indonesia, baik di di sektor pertanian, perkebunan, pekerjaan domestik dan sebagian besar  bekerja di jalan sebagai anak jalanan. Bagaimana kondisi negara kita kedepannya jika anak- anak bangsa sendiri hanyalah seorang pengamen, pemulung dan pencopet ? Ketika mereka dewasa, besar kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun, maka kita telah berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak berkesudahan. Menghapus stigmatisasi di atas menjadi sangat penting. Sebenarnya  anak-anak jalanan hanyalah korban dari konflik keluarga, komunitas jalanan, dan korban kebijakan ekonomi permerintah yang tidak becus mengurus rakyat. Beginikah kondisi Indonesia saat ini !
Sejak krisis tahun 1998, kegiatan anak jalanan di indonesia semakin meningkat, mulai di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall. Kini, sosok anak-anak di indonesia tampil dalam kehidupan yang kian tak menggembirakan. Kondisi anak-anak yang kian terpuruk sudah bisa diliihat dari tampilan fisiknya saja.  Apakah mereka nyaman dengan profesi yang sekarang mereka geluti sebagai pengamen, pemulung ataupun pencopet , Apakah mereka mempunyai yang namanya cita- cita ? itulah pertanyaan yang terlintas dipikiran penulis melihat anak- anak jalanan tersebut. Salah satu anak jalanan yang berprofesi sebagai pemulung sempat  ditanya oleh penulis ketika anak tersebut sedang memulung , ia menjawab bahwa Sebetulnya ia juga  sangat merindukan hal-hal yang dilakukan oleh anak-anak yang berkecukupan, bisa bermain, bersekolah, belajar bersama  bahkan ia juga mempunyai cita-cita. Namun apalah daya di balik semua itu ia harus mengubur cita-citanya itu dalam-dalam karena kondisi perekonomian keluarganya yang tidak memungkinkan bagi ia untuk belajar di sekolah demi meraih cita-citanya. Cita- citanya hanyalah sebuah angan yang tinggi yang tak mungkin untuk diraih ,harapan tinggallah harapan,  tanpa ada jalan ke luar untuk bisa meraihnya. Beban hidup keluarga seakan-akan telah merampas hak anak ini untuk berusaha mengembangkan potensinya atau setidaknya bisa mempersiapkan hari depan mereka dengan lebih baik.
Kebijakan Pemerintah
Pemandangan tentang kondisi anak jalanan yang sangat menyedihkan ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Bahkan dari hari ke hari jumlah mereka bukannya berkurang tetapi sebaliknya terus bertambah. Mereka berdatangan dari daerah-daerah kantong kemiskinan yang ada di pinggiran kota bahkan ada yang datang dari daerah lain. Sebetulnya pemerintah sudah melakukan tindakan dengan cara menertibkan anak-anak jalanan untuk dibina oleh departemen sosial. Namun karena begitu banyaknya jumlah anak-anak jalanan yang berdatangan secara silih berganti, maka pemerintah tidak mampu lagi untuk memecahkan persoalan ini secara tuntas. Pemerintah telah melakukan berbagai tindakan untuk melindungi dan mengatasi jumlah anak jalanan tersebut. Misalnya, dengan mengeluarkan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. UU Perlindungan Anak Pasal 77 misalnya menegaskan, orang tua yang menelantarkan anaknya dapat dijatuhi hukuman minimal lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp.100 juta. Demikian juga, para pelaku penculikan anak dapat dikenai sanksi pidana minimal tiga tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara dengan denda minimal Rp.60 juta dan maksimal Rp.300 juta. Untuk menampung dan membina para anak jalanan, Depsos telah menggulirkan ide mendirikan rumah singgah. Pada tahun 2002-2003 misalnya, Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Yanrehsos) Departemen Sosial telah memberikan bantuan bagi 3.560 rumah singgah (dalam Detik.com, diakses tanggal 20-3-2008).
Sementara itu Dinas Sosial Propinsi Sumatera Barat  mensosialisasikan program penanganan anak jalanan (anjal) baru  yang diadopsi dari program Dinsos sebelumnya dengan mengucurkan dana sebesar Rp. 2 milyar melalui 13 rumah singgah yang ada .  Menurut Wakil Kepala Dinas Sosial Sumbar, Achmad Charisma, pada detikcom, Senin  (20/2/2006) program kali ini lebih memfokuskan perhatian pada anjal perempuan. Untuk menjalankan program tersebut pihaknya akan bekerjasama  dengan sejumlah pihak, seperti LSM dan rumah singgah.  Sedangkan Dinas Sosial Kota Padang, menawarkan pengemis anak yang beroperasi di perempatan lampu merah (anjal), segera direlokasi ke Panti Sosial, yang menurut Kasi Peningkatan Kesejahteraan Keluarga, LATBA, Dinas Sosial Kota Padang, Dra. Bodiarnis, satu solusi efektif guna mencegah generasi penerus itu untuk drop out (DO) sekolah (dalam http://www.hupelita.com). Untuk mencegah anak turun ke jalan Polisi Pamong Praja Kota Padang bekerjasama dengan Dalmas Poltabes Padang, menggaruk 80 gelandangan dan pengamen (gepeng), serta anak jalanan, dalam operasi gabungan di sejumlah perempatan lampu merah di kota Padang. Dinas Sosial  menawarkan pelatihan bagi 10 remaja (usia 16-21 tahun) kepada mereka yang terjaring dalam operasi tersebut, dalam bidang keterampilan sopir dan perbengkelan.  Pada bulan Mei dan Juni 2007 direalisasikan program bea siswa pembinaan anak penyandang masalah sosial dan ekonomi itu melalui Rumah Singgah (RS) (Sumber : Dwiyanti )
Maka  dari  itu,  penulis sangat  menegaskan kiranya kita  dapat  menghargai  kehidupan  para seniman  -  seniman  jalanan  ini  ,  janganlah  menganggap  mereka kecil, kumal, tak terawat dan  memandang  mereka  dengan  sebelah  mata  karena  kita  semua dihadapan  Tuhan  sama. Seharusnya  pemerintah Indonesia harus  cepat  tanggap  akan permasalahan  mengenai  anak  jalanan   tersebut.  Khususnya  bagi mereka  -  mereka  yang  masih  dalam  batas  usia  sekolah. Seharusnya  pemerintah  turun  tangan  untuk  memberikan  bantuannya berupa  sumbangan  dana  agar  mereka  dapat  bersekolah  setidaknya agar  mereka  dapat  membaca,  menulis  dan  berhitung,  karena merekalah  penerus  Bangsa  Indonesia  nantinya.Pemerintah  bisa  saja mendirikan  tempat  tinggal  serta  pandidikan  untuk  para  pengamen jalanan  agar  mereka  tidak  berkeliaran  dijalanan.
Melalui beberapa alternatif di atas diharapkan nantinya dapat meringankan bebab anak jalanan tersebut, selain itu agar anak jalanan tersebut dapat berpartisipasi selayaknya sebagai anak Indonesia lainnya dengan cara bersekolah dan belajar bersama teman- teman, bukan sebagai pengamen, pemulung lebih- lebih sebagai pencopet. Buat mereka bangga sebagai anak Indonesia, Buat mereka bangga sebagai generasi penerus bangsa Indonesia dan buat mereka  sebagai agen perubahan ke arah yang lebih baik.


“ Terimah Kasih ”

Tulisan Ini sengaja dibuat oleh penulis untuk didedikasikan kepada anak-anak jalanan, juga untuk mengkampanyekan tumbuhnya empati masyarakat terhadap anak jalanan. Bagi masyarakat, pemerintah dan LSM segerahlah bergegas turun ke jalan dan  bertemu anak-anak jalanan untuk melakukan perubahan!!! Anak-anak jalanan harus hidup layak dengan pendidikan yang memadai.  Anak jalanan masih berpeluang untuk mengubah nasibnya melalui belajar;  Partisipasi mereka bukan dengan cara mengamen, memulung ataupun mencopet melainkan bersekolah dan belajar, karena itu mereka membutuhkan bantuan kita”







0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Herzlich Wilkommen in mein Blog

Herzlich Wilkommen in mein Blog
Yusri

Meine Freunden

Ich bin Schrifteller

Ketika seorang penulis hanya menunggu, maka sebenarnya ia belum menjadi dirinya sendiri”. [Stephen King]

Cari Blog Ini