Pemilihan Gubernur 2013
Pemilihan
gubernur Sulawesi Selatan yang akan diselenggarakan pada tahun 2013 tentunya akan menimbulkan ketegangan
tersendiri kepada para calon gubernur ,calon wakil gubernur ataupun kepada para
tim sukses setiap pasangan yang nantinya akan mengajukan diri pada pemilihan
gubernur Sulawesi Selatan 2013. Setiap calon gubernur dan calon wakil gubernur
tentunya berusaha untuk mengkampanyekan dirinya di mata rakyat pendukungnya
dengan segala usaha yang dilakukan. Salah satu hal yang semestinya diperhatikan
oleh para calon gubernur dan calon wakil gubernur Sulawesi Selatan dalam
melakukan proses kampanye yaitu mereka harus memperhatikan kesopanan berbahasa
yang digunakan pada saat kampanye ataupun pada saat studi komunikasi politik
lainnya. Sebab kesopanan berbahasa yang dimiliki oleh cagub dan cawagub ini
nantinya akan mengangkat kepopuleran mereka dan meningkatkan citra mereka di
mata rakyat pendukungnya, sahabat- sahabatnya dan bahkan juga di mata lawan
politik mereka.
Namun
melihat realita sekarang, sebagian besar tindak tutur kesopanan berbahasa yang
seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin ataupun calon pemimpin sudah
terabaikan termasuk para calon pemimpin yang mengajukan diri untuk mempimpin Sulawesi
Selatan di periode selanjutnya. Meraka tidak lagi memperhatikan apakah
tuturanya sesuai dengan maksim kesopanan berbahasa ataupun melanggar maksim
kesopanan berbahasa. Maksim boleh dikatakan sebagai alat ukur yang digunakan
untuk mengetahui apakah sebuah tuturan termasuk sopan ataupun sebaliknya.
Maksim terdapat beberapa macam diantaranya maksim kesederhanaan, maksim
penghargaan, maksim simpati, maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan dan
maksim permufakatan.
Kesopanan Berbahasa Calon Pemimpin Sul-Sel
Terabaikannya
unsur kesopanan berbahasa dalam
komunikasi politik dapat berakibat memanasnya hubungan antar komunikator yang
terlibat. Karena itulah, aspek kesantunan berbahasa layak dibahas dalam kajian
komunikasi politik. Sebagian besar tuturan para calon gubernur dan calon wakil
gubenur Sulawesi Selatan sekarang boleh dikatakan sudah berada pada tahap
memanas, mereka sudah saling menyindir dengan menggunakan tuturan yang
seharusnya tidak pantas dituturkan oleh seorang calon pemimpin.
“Makanya,
waktu itu, ketika (salah seorang calon gubernur) melakukan pidato kemenangan,
kami pun menggelar pidato kemenangan bersama. Kamilah pemenang sejati itu,
karena cuma kami yang tidak curang” ujar salah seorang calon gubernur Sulawesi
Selatan di salah satu media cetak di Sulawesi Selatan. Dari tuturan diatas
dapat kita amati bahwa tuturan tersebut melanggaar maksim kesopanan berbahasa
khususnya maksim kesederhanaan. Penutur berusaha menjelaskan dimata rakyat
pendukungnya bahwa hanya ia yang tidak melakukan kecurangan dan menuduh calon
lainnya melakukan kecurangan dalam proses pemilihan gubernur periode yang
lalu. Tuturan tersebut bersifat memuji
diri sendiri dan menambah kritik pada orang lain. Maka dari itu, tuturan
tersebut digolongkan dalam tuturan yang melanggar maksim kesederhaan dalam
kesopanan berbahasa. Sikap tersebut merupakan salah satu sikap yang harus
dihindari jika ingin menjadi seorang pemimpin.
“Hanya
keledai yang mau jatuh dua kali di lubang yang sama. Katanya mau direalisasikan
dalam dua bulan, bagaimana caranya sedangkan waktu empat tahun saja tidak mampu
ditepati” Ujar salah seorang calon gubernur Sulawesi Selatan kepada calon
gubernur lainnya. Dari tuturan diatas dapat kita amati bahwa salah seorang
calon gubernur mengkritik calon gubernur lainnya dengan menuduh bahwa ucapannya
hanyalah sebuah janji belaka tanpa realisasi yang pasti. Tuturan diatas
melanggar maksim kesederhanaan dalam kesopanan berbahasa . Penutur berusaha
mengkritik orang lain dalam artian calon gubernur yang lain.
Jika
kita kembali ke pernyataan pertama yang mengatakan bahwa seorang pemimpin merupakan
seseorang yang harus mempunyai kemampuan dalam mengkomunikasikan gagasan
ataupun pemikirinnya secara jelas dan sopan kepada masyarakat ataupun kepada
lawan politiknya sekalipun, maka apakah para calon gubernur ataupun calon wakil
gubernur tersebut masih pantas dikatakan sebagai seorang pemimpin melihat
tuturan- tuturan mereka yang sebagian melanggar maksim kesopanan berbahasa.
Harapannya
semoga para calon gubernur dan calon wakil gubernur Sulawesi Selatan kedepannya
dapat memperhatikan penggunaan bahasa yang baik yang sesuai dengan maksim
kesopanan berbahasa misalkan dalam studi komunikasi politik antara lain yang
berkaitan dengan persoalan mengkaji propaganda, kampanye politik, dan sosialisasi
politik. Sehingga kedepannya tercipta calon pemimpin yang mempunyai citra yang
baik di mata rakyat pendukungnya dikarenakan kesopanan berbahasa yang ia miliki
bukan karena harta ataupun janji yang diberikan.
1 komentar:
hasil penelitianmu ni kawan????
Posting Komentar